Minggu, 06 Februari 2011

Respon Risiko Kontrak

Kontrak konstruksi harus benar-benar berpegang pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, antara lain UU No.18/1999, Peraturan Pemerintah No. 28, 29, 30 tahun 2000 dan UU No.30/2000 termasuk peraturan-peraturan lain yang masih berlaku dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang sekarang berlaku. Selain itu, ketentua-ketentuan yang terdapat dalam standar/sistem kontrak konstruksi internasional, misalnya FIDIC/JCT yang baik serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, seharusnya dipakai untuk kontrak konstruksi mendatang.
Salah satu cara untuk menangani risiko adalah dengan mengalokasikan risiko-risiko tersebut ke dalam klausul-klausul kontrak. Hal ini disebabkan karena kontrak merupakan alat manajemen risiko yang menjelaskan mengenai aturan yang harus dipatuhi dalam suatu proyek konstruksi. Oleh sebab itu pantaslah kiranya kita menaruh perhatian bahwa kita akan mengurangi atau mengalokasikan risiko melalui klausul-klausul yang ada dalam kontrak konstruksi. Cara untuk menangani risiko adalah dengan melakukan analisis risiko untuk mendapatkan kontrak yang berkualitas baik ditandai dengan tidak adanya perselisihan antara pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak.
Tipe kontrak yang dapat diterima bagi pengguna jasa maupun penyedia jasa ditentukan dari keadaan masing-masing proyek dan kelaziman dari peninjauan secara ekonomi serta kondisi yang kompetitif. Karena adanya faktor risiko pada pemilihan tipe kontrak, Kerzner menyarankan penyedia jasa harus melakukan negosiasi tidak hanya besarnya biaya penawaran tetapi juga menegosiasikan tipe kontrak yang akan diterapkan. Hal ini disebabkan karena perlindungan terhadap risiko yang akan terjadi merupakan faktor utama yang sangat berpengaruh pada berapa besar biaya penawaran pekerjaan konstruksi yang diberikan oleh penyedia jasa.
Format standar yang digunakan dalam dokumen kontrak memiliki keuntungan, karena penggunaannya telah terbukti di lapangan dalam sisi kepatutan dan daya kerja, di samping dapat digunakan untuk meminimalisir terjadinya selisih paham terhadap klausul kontrak antara beberapa pihak. Standarisasi format kontrak dilakukan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya perselisihan di antara pengguna jasa, penyedia jasa dan konsultan. Isi kontakatau klausul kontrak sangat tergantung pada keberhasilan cara-cara melakukan negosiasi.
Agar kesetaraan kedudukan antara penyedia jasa dengan pengguna jasa dapat terwujud, maka dapat dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1.      Kontrak beserta peraturan dan perundangan terkait dapat dijadikan alat pengendali bagi kedua pihak
2.      Penyedia jasa dan pengguna jasa harus memahami aturan2 dan perundangan yang ada
3.      Perlu adanya gerakan moral di kalangan penyedia jasa untuk meningkatkan bargaining powernya
4.      Adanya peran aktif organisasi asosiasi terkait dalam memperjuangkan kesetaraan
5.      Peran aktif kalangan akademisi sebagai pihak yang dapat dianggap sebagai penengah / netral
Ketidakjelasan pasal dalam kontrak konstruksi dapat menimbulkan perselisihan, yang dibedakan sebagai berikut:
1.      Perbedaan pendapat, umumnya masih dapat ditangani dengan dialog dengan pihak – pihak yang berselisih.
2.      Persengketaan, merupakan perselisihan yang bersifat terbatas dan masih dapat diselesaikan melalui bantuan pihak ketiga.
3.      Pertentangan, tuntutan dimana masing-masing mengusahakan kemenangan, usaha pembenaran atas argumentasinya, dan usaha penolakan atas argumentasinya, dan usaha penolakan atas argumen lawannya 
Untuk biaya kontigensi yang diakibatkan oleh adanya ketidakpastian, lebih lanjut dijelaskan oleh Kerzner terdiri dari dua komponen, yaitu: Normal contingencies, dan Risk contingencies. Normal contingencies adalah perkiraan biaya yang diakibatkan oleh ketidakakuratan pada desain dan metode perkiraan biaya, yang umumnya besarannya merupakan berdasarkan data proyek-proyek terdahulu. Sedangkan risk contingencies adalah merupakan perkiraan biaya akibat dari kemungkinan kejadian satu aktifitas akibat ketidakpastian dari aktifitas tersebut.
Hasil penelitian mengenai risiko kontrak konstruksi pada proyek The Capital Residence (Feydy, 2007), memberikan tindakan risiko kontrak sebagai berikut:
a.                   Langkah-langkah preventif
1.            Memasukkan biaya terhadap potensi kenaikan BBM
2.            Menghitung inflasi sesuai pada anggapan ordinary conditions
3.            Mereview semua ruang lingkup pekerjaan yang tercakup dalam dokumen teknis tender
4.            Membuat / mengajukan jadwal sesuai syarat dan ketentuan aspek kontrak (agar dapat dipergunakan untuk argumentasi klaim EoT)
5.            Menghitung semua potensi loss dan memasukkan sebagai risk cost pada saat tender
6.            Ikut terlibat dalam proses penunjukan DC memberikan masukan aspek teknis, kemampuan SDM dan financial.
b.                  Langkah-langkah Korektif
1.      Advance payment minimal 50%
2.      Membayar supplier dan subkontraktor lebih awal
3.      Meminta pembayaran sisanya progres dengan sistem LC
4.      Membuat telusur antara dokumen tender yang berubah untuk diajukan sebagai VO
5.      Selalu melakukan updating pekerjaan, mengevaluasi penyebab dan melaporkan secara berkala
6.      Mengajukan claim sesuai dengan alasan kondisi yang tidak diperkirakan sebelumnya.
7.      Menjalankan fungsi kontraktor Utama, mengevaluasi kinerja DC
8.      Mengusulkan penggantian DC tidak perform
9.      Membebankan biaya keterlambatan kepada DC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar